04 Maret 2012

Yang Berwenang Memblokir Rekening Nasabah


Pemblokiran merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan atas permintaan secara tertulis oleh pemilik rekening atau kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK], dalam rangka penyidikan dan pejabat pajak.

Pemblokiran rekening nasabah dapat dilakukan selain dari pemilik rekening nasabah itu sendiri juga dapat dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim guna kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Ketiga lembaga tersebut  berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa dan dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa ;

1. Yang diduga terkait hasil dari korupsi  :

       Permintaan pemblokiran rekening ini diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. Kemudian dimintakan kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi. Apabila hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim. Bank pada hari itu juga wajib melakukan pencabut atas pemblokiran tersebut.

2. Yang diduga terkait permasalahan pencucian uang.
Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan, yang diketahui merupakan hasil tindak pidana dari Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka atau terdakwa.

Dalam hal permintaan pemblokiran yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan hakim terkait permasalahan tindak pidana Pencucian uang, permohonan tersebut harus ditandatangani oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk kepolisian, kejaksaan Tinggi dan atau Jaksa Agung untuk permintaan dari kejaksaan, dan hakim ketua majelis yang memeriksa perkara tersebut.
 
Pengajuan permintaan pemblokiran harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai :
a) Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;
b) Identitas Setiap. Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau  terdakwa;
c) Alasan pemblokiran;
d) Tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan
e) Tempat Harta Kekayaan berada.

Setelah Pengajuan permintaan pemblokiran diajukan, Pihak Pelapor wajib melaksanakan pemblokiran sesaat setelah surat perintah pemblokiran diterima dari penyidik, penuntut umum, atau hakim. Kemudian Pihak Pelapor wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan pemblokiran kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memerintahkan pemblokiran paling lama 1 (satu) hari kerja, sejak tanggal pelaksanaan pemblokiran.

Serta yang paling perlu diingat Harta Kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada Pihak Pelapor yang bersangkutan. Pemblokiran dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Dalam hal jangka waktu pemblokiran berakhir, Pihak Pelapor wajib mengakhiri pemblokiran demi hukum.
Ada pun yang termasuk kedalam Pihak Pelapor :
  1. penyedia jasa keuangan:
1.      bank;
2.      perusahaan pembiayaan;
3.      perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi;
4.      dana pensiun lembaga keuangan;
5.      perusahaan efek;
6.      manajer investasi;
7.      kustodian;
8.      wali amanat;
9.      perposan sebagai penyedia jasa giro;
10.  pedagang valuta asing;
11.  penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu;
12.  penyelenggara e-money dan/atau e-wallet,
13.  koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam;
14.  pegadaian;
15.  perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka  
      komoditi; atau
16.  penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
  1. penyedia barang dan/atau jasa lain:
1.  perusahaan properti/agen properti;
2.  pedagang kendaraan bermotor;
3.  pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
4.  pedagang barang seni dan antik; atau
5.  balai lelang.

Hal lain yang tidak tersebut kedalam Pihak pelapor diatas, diatur kedalam Peraturan Pemerintah.
3. Yang diduga terkait Kepailitan
Didalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004 Pasal 98 tentang Kepailitan menyebutkan ;
”Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.”
Berdasarkan pengaturan tersebut, seorang kurator dalam kepailitan harus melakukan segala upaya untuk mengamankan harta pailit termasuk permohonan pemblokiran rekening kepada pengadilan. Misalnya karena khawatir debitor akan mengalihkan harta pailit dalam rekening bank.

4. Yang Diduga Terkait Pajak

Didalam Undang-Undang No. 19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa.

"Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.” 


Dari ketentuan di atas, selain pejabat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, ternyata pejabat pajak juga dapat langsung melakukan pemblokiran terhadap rekening seorang nasabah.
5. Yang Telah dinyatakan sebagai tersangka.

Didalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”).

Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
Berdasarkan pengaturan tersebut tampak bahwa terkait dengan perkara pidana pihak bank atas permintaan polisi, jaksa atau hakim dapat memblokir rekening seorang tersangka atau terdakwa tanpa perlu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
Pemblokiran rekening oleh bank atas permintaan beberapa lembaga berwenang pada saat bersamaan dimungkinkan terjadi karena mereka memang memiliki kewenangan untuk itu. Akan tetapi, jika kita bicara mengenai eksekusi terhadap rekening tersebut, sesuai Pasal 1137 KUHPerdata, hak didahulukan adalah milik negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa. Dengan pemahaman bahwa dalam perkara pidana aset/rekening tersebut bisa saja kemudian diputus menjadi milik negara. Artinya, bila pengadilan menyatakan rekening tersebut disita menjadi milik negara, maka hak negaralah yang didahulukan. Oleh karena itu, permintaan pemblokiran rekening terkait eksekusi perkara perdata tidak bisa serta merta dilakukan sebelum putusan pidana mencabut penetapan pemblokiran rekening tersebut.
Dasar Hukum:
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 29 
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 17 dan Pasal 71
  • Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Pasal 98 
  • UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000. tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa  Pasal 17 ayat (1) 
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”) Pasal 12 ayat (1)