Pemblokiran
merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan atas permintaan secara tertulis
oleh pemilik rekening atau kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Komisi
Pemberantasan Korupsi [KPK], dalam rangka penyidikan dan pejabat pajak.
Pemblokiran
rekening nasabah dapat dilakukan selain dari pemilik rekening nasabah itu
sendiri juga dapat dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim guna
kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Ketiga lembaga tersebut berwenang
meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa dan dapat meminta kepada bank untuk memblokir
rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa ;
1. Yang diduga terkait
hasil dari korupsi :
Permintaan pemblokiran
rekening ini diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk
memenuhi permintaan tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja,
terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. Kemudian dimintakan
kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa
yang diduga hasil dari korupsi. Apabila hasil pemeriksaan terhadap tersangka
atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik,
penuntut umum, atau hakim. Bank pada hari itu juga wajib melakukan pencabut
atas pemblokiran tersebut.
2. Yang diduga terkait permasalahan pencucian
uang.
Penyidik,
penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan, yang diketahui merupakan hasil
tindak pidana dari Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada
penyidik, tersangka atau terdakwa.
Dalam hal permintaan pemblokiran yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan hakim terkait permasalahan tindak pidana Pencucian uang, permohonan tersebut harus ditandatangani oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk kepolisian, kejaksaan Tinggi dan atau Jaksa Agung untuk permintaan dari kejaksaan, dan hakim ketua majelis yang memeriksa perkara tersebut.
Pengajuan permintaan pemblokiran
harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai :
a) Nama dan jabatan
penyidik, penuntut umum, atau hakim;
b) Identitas Setiap.
Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa;
c) Alasan pemblokiran;
d) Tindak pidana yang
disangkakan atau didakwakan; dan
e) Tempat Harta Kekayaan
berada.
Setelah
Pengajuan permintaan pemblokiran diajukan, Pihak Pelapor wajib melaksanakan
pemblokiran sesaat setelah surat perintah pemblokiran diterima dari penyidik, penuntut umum, atau hakim. Kemudian Pihak Pelapor
wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan pemblokiran kepada penyidik,
penuntut umum, atau hakim yang
memerintahkan pemblokiran paling lama 1 (satu) hari kerja, sejak tanggal pelaksanaan pemblokiran.
Serta yang paling
perlu diingat Harta Kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada Pihak
Pelapor yang bersangkutan. Pemblokiran dilakukan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja. Dalam hal jangka waktu pemblokiran berakhir, Pihak Pelapor wajib mengakhiri pemblokiran
demi hukum.
Ada pun yang termasuk kedalam Pihak
Pelapor :
- penyedia jasa keuangan:
1.
bank;
2.
perusahaan pembiayaan;
3.
perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi;
4.
dana pensiun lembaga keuangan;
5.
perusahaan efek;
6.
manajer investasi;
7.
kustodian;
8.
wali amanat;
9.
perposan sebagai penyedia jasa giro;
10. pedagang valuta
asing;
11. penyelenggara
alat pembayaran menggunakan kartu;
12. penyelenggara
e-money dan/atau e-wallet,
13. koperasi yang melakukan
kegiatan simpan pinjam;
14. pegadaian;
15. perusahaan yang
bergerak di bidang perdagangan berjangka
komoditi; atau
komoditi; atau
16. penyelenggara
kegiatan usaha pengiriman uang.
- penyedia barang dan/atau jasa lain:
1. perusahaan properti/agen properti;
2. pedagang kendaraan bermotor;
3. pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
4. pedagang barang seni dan antik; atau
5. balai lelang.
Hal lain yang tidak tersebut kedalam Pihak pelapor diatas, diatur kedalam Peraturan Pemerintah.
3. Yang diduga terkait Kepailitan
Didalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004 Pasal 98 tentang Kepailitan
menyebutkan ;
”Sejak mulai pengangkatannya, Kurator
harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan
semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan
memberikan tanda terima.”
Berdasarkan pengaturan tersebut,
seorang kurator dalam kepailitan harus melakukan segala upaya untuk mengamankan
harta pailit termasuk permohonan pemblokiran rekening kepada pengadilan.
Misalnya karena khawatir debitor akan mengalihkan harta pailit dalam rekening
bank.
4. Yang Diduga Terkait Pajak
Didalam Undang-Undang No. 19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa.
"Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.”
Dari ketentuan di atas, selain pejabat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, ternyata pejabat pajak juga dapat langsung melakukan pemblokiran terhadap rekening seorang nasabah.
5. Yang Telah dinyatakan sebagai tersangka.
Didalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”).
“Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.”
Berdasarkan pengaturan
tersebut tampak
bahwa terkait dengan perkara pidana pihak bank atas permintaan polisi, jaksa
atau hakim dapat memblokir rekening seorang tersangka atau terdakwa tanpa perlu
mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
Pemblokiran
rekening oleh bank atas permintaan beberapa lembaga berwenang pada saat
bersamaan dimungkinkan terjadi karena mereka memang memiliki kewenangan untuk
itu. Akan tetapi, jika kita bicara mengenai eksekusi terhadap rekening
tersebut, sesuai Pasal 1137 KUHPerdata, hak didahulukan adalah milik negara, kantor
lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa. Dengan pemahaman bahwa
dalam perkara pidana aset/rekening tersebut bisa saja kemudian diputus menjadi
milik negara. Artinya, bila pengadilan menyatakan rekening tersebut disita
menjadi milik negara, maka hak negaralah yang didahulukan. Oleh karena
itu, permintaan pemblokiran rekening terkait eksekusi perkara perdata tidak
bisa serta merta dilakukan sebelum putusan pidana mencabut penetapan
pemblokiran rekening tersebut.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 29
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 17 dan Pasal 71
- Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Pasal 98
- UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000. tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pasal 17 ayat (1)
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”) Pasal 12 ayat (1)