Dalam teori Hukum, delik
aduan terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Delik aduan absolute ialah
delik yang selalu hanya dapat dituntut apabila
ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan
berikutnya, 332, 322, dan 369. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya, Oleh karena yang
dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan,
membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan
ini tidak dapat dibelah. sehingga
permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi: “..saya minta agar peristiwa ini dituntut”.
Contoh :
jika seorang suami telah memasukkan pengaduan
terhadap perzinahan (Pasal 284) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia menghendaki
supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu dituntut, namun
terhadap istrinya ia tidak menginginkan untuk menuntut (karena ia masih cinta
terhadap istrinya) maka tidak dapat dilakukan penuntutan terhadap peristiwa ini.
Sebab delik ini dipergunakan untuk menuntut suatu peristiwanya dan tidak dapat
dibelah.
2.
Delik aduan relative ialah delik yang biasanya bukan merupakan delik
aduan, akan
tetapi apabila dilakukan oleh sanak keluarga (seperti yang ditentukan dalam
Pasal 367), hal ini menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini,
tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411. Dalam hal ini maka
pengaduan itu diperlukan bukan untuk
menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah
dalam peristiwa itu, jadi delik aduan ini dapat dibelah.
Contoh :
seorang bapa yang barang-barangnya dicuri
(Pasal 362) oleh dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan
pengaduan hanya seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B
tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini
harus berbunyi: “,,saya minta supaya anak saya yang bernama A dituntut”. Hal ini
dapat dilakukan sebab delik ini dipergunakan bukan untuk menuntut peristiwanya,
akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu.
A.
Proses
Pengajuan :
Proses
Pengajuan Pengaduan hanya boleh diproses
apabila ada pengaduan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
Hal ini diatur dalam Pasal 74 KUHPidana. Jangka waktu Pengaduan jika bertempat
tinggal di Indonesia hanya boleh diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, dan 9 (Sembilan) bulan
jika bertempat tinggal di luar Indonesia.
B.
Proses
pencabutan :
Proses
ini hanya bisa berlaku untuk kejahatan–kejahatan yang sifat deliknya adalah delik
aduan, sehingga bila pengaduan dicabut maka akan menghentikan proses hukum yang
berjalan. Proses pencabutan pengaduan dapat dilakukan pada tahap penyidikan,
pemeriksaan berkas perkara (Pra Penuntutan) dan pemeriksaan di muka
persidangan. Akibat hukum yang ditimbulkan apabila pengaduan itu dicabut ialah
maka penuntutannya pun menjadi batal. Pencabutan pengaduan
terhadap delik aduan menjadi syarat mutlak untuk tidak dilakukan penuntutan.
Hal ini diatur dalam Pasal 75 KUHPidana.
Kalau
tak memenuhi syarat Pasal 75 KUHP, maka pencabutan pengaduan itu tak bisa
menghentikan perkara pidana. Jangka waktu yang diberikan dalam proses
pencabutan pengaduan ini diberikan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan
diajukan serta terhadap pengaduan yang telah dicabut, tidak dapat diajukan lagi,
Kecuali
untuk kejahatan berzinah (Pasal 284
KUHPidana), pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu
belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan.
C. Sebagai Catatan
:
Mengenai biaya yang diperlukan untuk
mencabut suatu pengaduan, sebenarnya tidak ada aturan yang menyatakan bahwa
pencabutan pengaduan tersebut memerlukan biaya. Tetapi, pada penerapannya di
lapangan terkadang terjadi praktik-praktik yang tidak sejalan dengan hal
tersebut. Terkadang ulah “oknum” polisi yang meminta “uang pelicin” agar suatu
pengaduan bisa dicabut. Hal ini kemudian membuat kesan bahwa pencabutan
pengaduan atau perkara memerlukan biaya, padahal tidak begitu aturannya.
Normalnya, Anda sebagai pengadu dapat mengirimkan surat permohonan pencabutan
perkara disertai dengan kesepakatan perdamaian antara para pihak, apabila
memang semua syarat terpenuhi, maka seharusnya tidak ada “biaya-biaya pelicin”
untuk hal tersebut.
Namun, apabila terdapat
penyelewangen terhadap hal tersebut maka Anda dapat melaporkan hal tersebut
kepada Div. Propam atau Kompolnas untuk ditindak lanjuti