13 Februari 2012

Nasabah Vs Deep Collector

Secara umum, persoalan debt collector akan mencuat mengiringi terjadinya kasus penunggakan pembayaran. Dalam melakukan penagihan kredit macet, debt collector tidak jarang atau seringkali menteror, mengintimidasi, atau mengancam pihak penanggung utang. Cara yang demikian merupakan perbuatan yang berlawanan dengan hukum.
Secara Yuridis tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai penagih utang atau debt collector ini. Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya.  Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam KUHPerdata (BW). tetapi  khusus di bidang perbankan, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu kredit (“PBI”) jo SE BI No. 11/10/DASP Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat  Pembayaran dengan Menggunakan Kartu kredit tanggal 13 April 2009 (“SEBI”).  namun “Debt collector itu tidak diatur oleh BI, karena bank sentral memang tidak mengatur kepada operasional masing-masing bank, atau dengan kata lain bank sentral tidak mengatur lebih jauh mengenai cara pelunasan kredit dari nasabah kepada masing-masing bank. Hal ini lah yang menjadi polemik mengenai keberadaan debt collector.
Dari penelusuran detikcom, Dalam PBI dan SEBI ini, diatur bahwa:
  1. Dalam hal bank menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan penagihan, maka hal ini wajib diberitahukan kepada pemegang Kartu ;
  2. Bank wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh bank itu sendiri ;
  3. Penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet ;
  4. Bank harus menjamin bahwa penagihan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum ;
  5. Perjanjian kerjasama antara bank dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggung jawab bank terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut.
Kalau merujuk pada ketentuan-ketentuan KUHP, tindakan kekerasan yang umum dilakukan oleh debt collector bisa dijerat hukum. Dalam hal debt collector tersebut menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan di depan umum, maka ia bisa dipidana dengan pasal penghinaan, yaitu pasal 310 KUHP:
Barangsiapa merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500
Selain itu, bisa juga digunakan pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.4500 barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”